[ Seberapa Baik Kita Pada Saudara yang Lainnya..? Coba Renungkan Kisah Ini ]
—
Tersebutlah seorang sahabat nabi, Jarir bin Abdillah Al Bajalli...
Dikisahkan, Beliau memerintahkan orang suruhannya untuk membeli kuda di pasar.
Sesampainya di pasar, orang suruhannya tsb menjumpai kuda yang sangat mengagumkannya. Ia pun menawar hingga disepakatilah harga kuda bagus tsb senilai 200/300* dirham. Lantas kemudian mereka berdua bergegas pergi mendatangi Jarir.
Orang suruhan tsb melangkah dengan rasa puas, sebab bisa mendapatkan kuda berkualitas meskipun dengan harga beli yang nge-pas. Bahasa marketingnya : Barang Istimewa, Harga Mahasiswa. Barang Bintang Lima, Harga Kaki Lima.
Tentulah hampir setiap kita akan bergembira dan merasakan sensasi kepuasan yang tak berhingga ketika bisa mendapatkan suatu barang dengan harga murah dibawah nilai jual standarnya. Apalagi emak-emak, sangat paham sekali case yang semisal ini.
Tapi... Berbeda dengan manusia mulia yang satu ini,
“Wahai penjual kuda... Aku perhatikan kudamu ini sebenarnya, nilai jualnya setara dengan 500 dirham,” ucap singkat Jarir kepada sang penjual kuda.
Orang suruhannya terkejut dan terlihat tidak senang dengan ucapan Jarir barusan.
“Aku setuju,” sambut penjual kuda merespon Jarir.
“Bahkan sepertinya, kuda ini justru layak jika dibayar senilai 800 dirham.” spontan Jarir menuturkan.
Tanpa pikir panjang, sang penjual berkata : “Aku setuju.” Dengan demikian pembicaraan pun selesai dan berakhir.
Yang semula kuda tersebut disepakati dengan 200/300 dirham, ternyata dibeli Jarir dengan 800 dirham.
“Apa-apaan ini?” tanya orang suruhan tadi keheranan.
“Wahai anakku... Sesungguhnya aku telah berbaiat kepada Rasulullah, untuk an-nushu (menginginkan kebaikan) bagi setiap muslim,” terang Jarir.
—
Syaikh Al Utsaimin membawakan secuplik kisah ini -dengan redaksi agak berbeda- saat menjelaskan kandungan hadits,
لا يؤمن احدكم حتى يحب لأخيه ما يحب لنفسه
“Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, hingga ia mencintai bagi saudaranya sesuatu yang ia cintai bagi dirinya.”
Kita tidak mencela dan melarang adanya tawar menawar dalam jual beli.. Karena hukumnya diperbolehkan..
Sebagaimana kita menginginkan untung yang besar, Sebagaimana kita tidak menginginkan kerugian dalam perdagangan... Sebagaimana itu pula seharusnya yang kita harapkan pada saudara kita..
Melihat semangatnya Jarir radhiyallah ‘anhu yang begitu antusias menginginkan kebaikan bagi saudaranya...
Kita hanya mengambil hikmah perenungan : “Sudah seberapa besar usaha kita dalam upaya menginginkan kebaikan untuk saudara kita...?”
—
Tatkala Ustadz Aris Munandar membacakan syarh hadits ini, saya cuma bisa tersenyum dan merasa malu sekali.
Betapa kita teramat sering: melupa diri dan luput memberikan kebaikan untuk saudara sendiri.
—
*kalau di situsnya Syaikh al Huwaeniy, menukil dari Mu’jam Thabrani : bukan 200 dirham sebagaimana yang diterangkan Syaikh Utsaimin, tapi 300 dirham.
📱 Admin Kajian Islam