GAGAL - SIAPA TAKUT *)
Banyak buku di toko buku yang mengupas kesuksesan. Bagaimana cara sukses, cara mencapai, dan lain-lain. Setahu saya, tidak banyak buku yang membahas “kegagalan”. Saya kira penyebab kegagalan tidak dibahas dengan panjang lebar adalah masyarakat dididik supaya menghindari kegagalan. Kita memandang rendah orang yang gagal. Memandang dengan sebelah mata kepada “mereka yang terpuruk”. Gagal dianggap sebagai pantangan. Mengukur orang menurut “prestasi”. Menilai tinggi “kesuksesan” tetapi menilai sedikit atau bahkan tidak sama sekali terhadap “kegagalan”.
Benarkah sedikit atau tidak ada nilai pada kegagalan? Mengapa dalam hidup semua tokoh besar yang saya baca, semakin banyak kegagalan yang mereka alami semakin hebat mereka sesudahnya.
Saya berani berkata bahwa kegagalan besar sebenarnya menghasilkan tokoh-tokoh besar. Begitu sedikit sekali jumlahnya, kalaupun ada, tokoh-tokoh besar yang tidak pernah mengalami kesulitan dan kegagalan dalam hidup.
Malahan, kegagalan menghasilkan sebegitu banyak tokoh besar sehingga saya berani berkata “nilai” kegagalan lebih besar daripada “nilai” kesuksesan. Tetapi aduhai! Kebanyakan orang tidak memandang begitu – kita hanya berpikir untuk menang dan menang sepanjang masa. Corak pemikiran seperti ini tersirat dalam ungkapan yang dibuat pembicara ulung Amerika Vincent Lombardi, yang berbunyi:
“Menang itu bukan perkara yang jarang terjadi, tetapi perkara yang setiap hari dihadapi.”
Saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan Lombardi, karena saya tahu apa yang sebenarnya beliau maksudkan tetapi kadangkala orang menafsirkan kenyataan terlalu harfiah. Saya memang percaya bahwa kenyataan itu sepatutnya berbunyi:
Malahan, kegagalan menghasilkan sebegitu banyak tokoh besar sehingga saya berani berkata “nilai” kegagalan lebih besar daripada “nilai” kesuksesan. Tetapi aduhai! Kebanyakan orang tidak memandang begitu – kita hanya berpikir untuk menang dan menang sepanjang masa. Corak pemikiran seperti ini tersirat dalam ungkapan yang dibuat pembicara ulung Amerika Vincent Lombardi, yang berbunyi:
“Menang itu bukan perkara yang jarang terjadi, tetapi perkara yang setiap hari dihadapi.”
Saya tidak bermaksud untuk menyinggung perasaan Lombardi, karena saya tahu apa yang sebenarnya beliau maksudkan tetapi kadangkala orang menafsirkan kenyataan terlalu harfiah. Saya memang percaya bahwa kenyataan itu sepatutnya berbunyi:
“Menang kalah itu bukan perkara jarang terjadi,
tetapi perkara yang setiap hari dihadapi”.
Pentingnya “menang” terlalu diperbesar-besarkan sehingga lupa bahwa sebenarnya dengan “Kegagalan” kita akhirnya menjadi pemenang yang lebih unggul.
Mengagung-agungkan “kemenangan” atau “kesuksesan” saja sangat berbahaya karena banyak yang telah mencoba dan gagal merasa kecewa. Karena “gagal”, maka mereka lalu tunduk kepada “kegagalan” dan seterusnya tidak bersemangat untuk bangkit lagi.
Kita mungkin pernah membaca mengenai banyak orang yang bunuh diri setelah mengalami kegagalan besar. Para pengusaha muda yang berani mencoba tetapi gagal sering kali putus asa dan mengucilkan diri lalu dilupakan orang. Bukannya mereka tidak berupaya menangani “kegagalan” tetapi aib yang mengiringi kegagalan terlalu membebani jiwa dan apabila masyarakat tidak mendukung, tidak ada jalan lain lagi kecuali “tenggelam” saja.
Kita juga sering kali mendengar kata-kata:
“Berikan saya 10 orang kalah yang tidak sportif, dan saya akan kembalikan kepada anda 10 pemenang”
Menurut hemat saya Anda akan mendapatkan kembali 10 pemenang yang tidak baik – bukan pemenang yang sejati!
Sedikit sekali masa lalu saya bernasib baik atau mungkin bernasib tidak baik dapat menonton pertandingan tenis – belum pernah saya menyaksikan perangai buruk orang yang benci kekalahan seburuk itu sebelumnya. Masih banyak orang yang benci kekalahan dan mereka tampaknya seperti terlepas dari hukuman dengan segala keluhan yang mereka sampaikan. Jika gagal, Anda mengeluarkan makian dan sumpah serapah, maka Anda mempunyai potensi untuk menjadi orang sukses. Saya pikir mereke akan menjadi “pemenang yang tidak baik”, bukan “pemenang sejati”. Saya percaya bahwa orang yang sukses sejati masih belum ada – yang memahami apa sebenarnya arti “gagal!”. Hemat saya kata-kata itu sepatutnya berbunyi:
“Berikan saya 10 orang gagal yang memahami apa artinya kalah dan
saya akan kembalikan kepada Anda 10 orang sukses sejati”
Mungkin ini terjadi akibat salah paham tentang apa artinya kesuksesan.
Banyak orang cenderung mengaitkan “prestasi” dengan “kesuksesan” dan “ketiadaan prestasi” dengan “Kegagalan.
Jika Anda mendapat seonggok “emas”, maka Anda “orang yang sukses”. Jika tidak, Anda “orang yang gagal”.
Jika Anda telah memperoleh selembar ijasah, maka Anda “orang yang sukses”. Jika tidak, Anda “orang yang gagal”.
Jika Anda telah menyetujui transaksi, maka Anda “orang yang sukses”. Jika tidak, Anda “orang yang gagal”.
Jika Anda telah mendapatkan “kontrak kerja”, maka Anda “orang yang sukses”. Jika tidak, Anda “orang yang gagal.”
Jika Anda telah memikat hati wanita yang Anda cintai, Anda “orang yang sukses”. Jika tidak, Anda “orang yang gagal”.
Sedikit orang menafsirkan “kesuksesan” sebagai perjalanan sehari-hari yang terus maju secara bertahap menuju tujuan bermanfaat yang telah ditetapkan. Bagi saya itu adalah definisi paling pas terhadap istilah “kesuksesan”. Tetapi apa yang saya ingin kemukakan disini ialah bagian “kegagalan” pada perjalanan hidup. Apakah bagian ini benar-benar seburuk itu?
Dalam perjalanan mengarungi hidup, kita senantiasa mengaitkan “cahaya matahari” dengan “sesuatu yang baik” – yaitu kesuksesan, dan “hujan” sebagai “sesuatu yang buruk” – yaitu kegagalan. Kebanyakan kita tidak suka “hujan”, tetapi lebih suka “cahaya matahari”. Kita lebih suka “sukses” daripada “gagal”
Tetapi apakah “sukses” itu benar-benar begitu baik? Atau apakah “gagal” itu benar-benar begitu “buruk”? Apakah “sukses” itu benar-benar begitu baik?, sehingga “gagal” patut ditakuti?
Apa yang akan terjadi jika kita dijemur cahaya matahari tiap hari? Kita akan terbakar sinar matahari atau mungkin kanker kulit! Apa yang terjadi jika kita terkena hujan setiap hari? Kita akan menderita pneumonia, mungkin mati kedinginan. Tampaknya keduanya tidak akan menyelesaikan masalah. Tetapi kita tahu keduanya memang mendatangkan faedah.
Seperti kata orang bijak,
“Musim panas menyenangkan, hujan menyegarkan, angin menguatkan, salju menggembirakan; yang dikatakan cuaca buruk sebenarnya tidak ada, yang ada hanya cuaca baik yang berbeda saja.” “Sesuatu yang buruk senatiasa melahirkan sesuatu yang baik.”
PRODUK YANG GAGAL!
“Post-it” 3M adalah jenis perekat yang gagal pengujian standar 3M – yaitu pelekat yang tidak melekat dengan baik. Menjelang tahu 1984 telah menjadi produk baru paling sukses dalam sejarah 3M dan satu dari lima produk dalam industri peralatan kantor dengan omset melebihi US$ 100 juta setahun. Rupanya kegagalan bukan sesuatu yang buruk!
Kita juga mendengar banyak ungkapan tentang kesuksesan yang rasanya seperti sesuatu yang sukar dipahami.
“Kesuksesan itu suatu perjalanan, bukan tempat tujuan – separuh dari kesenangan terdapat ditengah perjalanan menuju kesana”.
Gita Bellin
“Ada baiknya kita memberikan imbalan jerih payah setelah perjalanan usai, tetapi yang lebih penting adalah perjalanan itu sendiri”.
Maula Le Guin
“Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Usaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki”.
Mahatma Gandhi
Dimanakan sebenarnya letak “Kesuksesan” yang benar? Baiklah, kita semua pernah melihat pelangi. Anda pasti setuju dengan saya bahwa pelangi salah satu pemandangan terindah didunia. Bagaimana terjadi? Pelangi hanya terjadi bila ada gabungan antara hujan dan cahaya matahari. Jika salah satu dari keduanya tidak ada, pelangi akan hilang dari pandangan. Hujan dan cahaya matahari diperlukan untuk menghasilkan pelangi, dan seperti kata peribahasa Inggris, “Nan jauh di ujung pelangi terletak gumpalan emas bagimu”. Benar sekali kata-kata itu. Kita memerlukan kombinasi “kesuksesan” dan “kegagalan” untuk menemukan “pelangi”. Menurut pendapat saya, upaya menggapai pelangi dalam perjalanan adalah kesuksesan yang sebenarnya. Siapa saja yang dapat memahami hakikat ini akan mendapatkan “gumpalan emas” yang ia inginkan.
Mari kita ambil contoh Mahatma Gandhi, yang bergelar “Bapak India”. Beliau tidak mendapat apa-apa diakhir hayatnya, padahal ketika itu beliau menginginkan sedikit kekayaan harta benda- apakah beliau berupaya mendapatkannya? Sudah tentu! Orang seperti ini adalah diantara mereka yang telah mendapatkan “pelangi”. Orang yang mempunyai kekayaan materi, belum tentu mendapatkan “pelangi”. Tetapi bagi mereka yang telah mendapatkan pelangi sudah pasti mempunyai kekayaan materi, jika ia mau.
“Kepuasan terletak pada usaha, bukan pada hasil. Usaha dengan keras adalah kemenangan yang hakiki”.
Mahatma Gandhi
Dijuluki sebagai “ Bapak India”, beliau adalah pendukung prinsip menentang tanpa kekerasan. Beliau menjadi pemimpin Partai Kongres India dan mencapai kemerdekaan India dengan menentang penjajah Inggris. Ia meninggal dunia dan menganggap dia gagal, karena pesan melawan penjajah dengan tanpa kekerasan tidak diindahkan.
Saya menyadari bahwa gagal merupakan sebagian dari proses pertumbuhan dan perkembangan. Kegagalan boleh dikatakan hampir sama dengan proses “kematangan”. Banyak orang tidak memahami, takut-menakuti, atau membencinya. Tetapi sejak lahir kita menjalani proses “gagal” yang mengiringi proses perkembangan kita. Sel-sel kita yang tua mati dan diganti dengan sel-sel baru. Ini merupakan satu proses pembaruan yang berkelanjutan. Apabila sebatang pohon tua mati, sel-selnya hancur menjadi unsur-unsur yang menjadi zat makanan bagi benih baru yang akan membesar menjadi sebatang pohon baru.
Sel-sel kita tidak boleh berkembang biak dan terus membiak tanpa mati. Jika sekelompok sel mempunyai proses demikian, membiak dengan leluasa melewati batasan kadar dan keseimbangan serta merebut zat makanan dari sel-sel asing, dalam istilah kedokteran disebut KANKER!
Sepertinya ada proses “sukses yang terselubung” dalam badan kita, begitu juga ada proses “gagal”. Tidak ada yang harus ditakuti karena segala-galanya merupakan bagian pertumbuhan dan perkembangan. Ingat, seekor ular tidak akan terus membesar jika kulit lamanya tidak lepas. Bukan lampu lalu lintas hijau saja yang baik untuk kita. Kita juga memerlukan lampu lalu-lintas merah, supaya kita berhenti sejenak, melihat dan meneruskan perjalanan!
“Menurut pandangan saya, jika Anda menginginkan pelangi, Anda harus dapat tahan dengan hujan”.
Dolly Parton-Penyanyi
“Cahaya Matahari” saja tidak akan membuat hidup bahagia. “dalam hidup setiap orang, sedikit hujan pasti turun”. Betapa wajar sekali pepatah bijaksana ini – tidak menyebut “mungkin turun” tetapi “Pasti turun”.
*) Isi tulisan ini aku ambil dari buku Berani Gagal karya Bill P.S Lim Bab 5, Bab-bab lain dalam buku ini bagus buat Anda untuk dibaca. Jika Anda penasaran untuk membacanya, silahkan Anda beli bukunya di toko-toko buku terdekat....!