Laman

Selasa, 25 September 2007

Belajar dari Pemimpin Tingkat Lima

Oleh: Roy Sembel, Direktur MM Finance and Investment, Universitas Bina Nusantara (www.roy-sembel.com), Sandra Sembel, Direktur Utama Edpro (Education for Professionals), edpro@cbn.net.id

”Baik” adalah musuh dari ”Hebat”. Demikian yang dituliskan Jim Collins dalam bukunya Good to Great. Menurut Collins banyak orang sudah merasa puas dengan melakukan sesuatu yang baik, sehingga mereka berhenti berusaha untuk menjadi lebih baik, untuk akhirnya menjadi yang terbaik (hebat).

Tapi, tidak demikian dengan ”Pemimpin Tingkat Lima”. Mereka tidak berhenti berjuang untuk melakukan yang terbaik yang bisa mereka kerjakan, dan mereka tak akan berhenti untuk senantiasa berjuang untuk menghasilkan sesuatu yang paling baik (hebat). Siapa pemimpin tingkat lima yang dimaksud oleh Jim Collins? Apa yang mereka lakukan? Inilah yang akan dibahas lebih lanjut.

SIAPA PEMIMPIN TINGKAT LIMA?
  • Rendah Hati
  • Sederhana
  • Keyakinan yang Kuat
  • Ambisi untuk melakukan yang terbaik
  • Tegas dalam bertindak
  • Menabur untuk masa depan

Penelitian yang dilakukan Jim Collins dan timnya menunjukkan bahwa perusahaan yang dapat bertahan di posisi puncak untuk waktu yang lama (sekitar 15 tahun atau lebih), yaitu perusahaan yang berhasil melebihi prestasi pasar di industri yang ditekuni, umumnya dinakodai oleh para pemimpin tingkat lima, dengan karakteristik sebagai berikut.
Rendah hati. Jika pemimpin ”biasa” akan berusaha menarik perhatian dunia pada prestasi yang dilakukannya, dan berfokus pada diri sendiri, maka pemimpin tingkat lima melakukan yang sebaliknya. Mereka melakukan yang terbaik untuk banyak orang tanpa banyak bicara. Sedapat mungkin, mereka cenderung mengalihkan topik pembicaraan dari prestasi mereka kepada prestasi dan dukungan orang-orang di sekitar mereka. Mereka mengatakan bahwa orang-orang sekitar merekalah yang berperan lebih penting dalam meraih keberhasilan, seperti yang juga dilakukan oleh Sam Walton, CEO dari Walmart. Kerendahan hatinya membuat Smith disayangi dan dihormati oleh karyawan, keluarga dan masyarakat.

Sederhana. Selain rendah hati, para pemimpin tingkat lima juga memilih untuk hidup sederhana yang berkecukupan (tak berlebihan). Mereka juga tidak menuntut untuk diperlakukan secara istimewa oleh orang-orang di sekitar mereka. Ken Iverson, CEO dari Nucor, tetap tinggal di rumahnya yang sudah ditinggalinya bersama keluarganya selama bertahun-tahun, ia juga hanya memiliki satu garasi, sesuai dengan kebutuhan keluarganya. Colman Mockler, CEO dari Gillette, lebih sering menghabiskan liburannya di perternakannya di luar kota dari pada berkeliling dunia. Pada saat bersantai di rumah, ia juga lebih suka memakai pakaian seperti orang kebanyakan, yang dibeli di pasar swalayan, atau toko rakyat.

Keyakinan kuat. Seorang pemimpin tingkat lima cenderung memiliki keyakinan untuk berhasil. Keyakinan kuat ini memompakan energi dan semangat luar biasa untuk berjuang meraih keberhasilan yang diyakininya tersebut. Masalah, hambatan, kesulitan, bahkan krisis ekonomi sekalipun tidak bisa mematahkan semangatnya untuk meraih keberhasilan. Panglima besar Sudirman merupakan salah satu contoh pemimpin tingkat lima dari Indonesia. Keyakinan kuat untuk mengusir penjajah, telah memompakan semangat tinggi bagi sang panglima untuk terus berjuang, walaupun sakit menyerang dan perang menghadang. Demikian juga dengan Abraham Lincoln, yang berkeyakinan bahwa manusia, siapa pun mereka memiliki derajat yang sama. Keyakinannya ini terus dipegang teguh, walaupun harus berhadapan dengan musuh dalam selimut, dan perang saudara. Akhirnya, keyakinan kedua pemimpin besar ini membawa mereka dan para pendukung, bahkan seluruh bangsa untuk menikmati kemenangan luar biasa.

Ambisi melakukan yang terbaik. Pemimpin tingkat lima selalu berusaha melakukan yang terbaik untuk setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya. Terbaik di sini tentu saja bukan terbaik untuk dirinya sendiri, melainkan terbaik untuk banyak orang. Mary Kay Ash, ratu kosmetika dari Amerika Serikat tidak pernah puas untuk selalu melakukan yang terbaik dan mempersembahkan yang terbaik. Ketika masih menjadi pegawai di perusahaan lain pun, ia tidak menyerah pada kualitas pekerjaan rata-rata. Ia tidak akan berhenti, sebelum ia berhasil mempersembahkan karyanya yang terbaik. Sebagai seorang pemimpin perusahaan, Mary memberi teladan bagi para karyawannya untuk melayani pelanggan dengan kualitas produk dan layanan yang terbaik. Api ambisi untuk melakukan yang terbaik senantiasa dipelihara baik dalam dirinya sendiri, maupun dalam perusahaan agar tidak padam. Para pemimpin tingkat lima percaya bahwa keinginan kuat untuk selalu melakukan yang terbaik akan membuahkan inovasi dan perubahan positif.

Tegas dalam bertindak. Ketika seorang pemimpin tingkat lima telah memiliki keyakinan untuk berhasil, mereka tidak akan tinggal diam. Mereka akan bertindak untuk bergerak ke arah keberhasilan. Dalam bertindak, mereka tidak segan-segan untuk bertindak tegas, jika memang itu yang diperlukan untuk menyingkirkan akar permasalahan yang mengganggu perjalanan membawa para pendukung menuju sukses. David E. Smith, CEO dari Kimberly and Clark yang awalnya adalah perusahaan penghasil kertas berlapis untuk konsumsi perusahaan lain, berani mengambil keputusan yang sulit: menjual pabrik penghasil kertas berlapis yang menjadi inti bisnis Kimberly and Clark pada waktu itu, karena dianggap tidak memiliki potensi sukses di masa depan (walaupun pada saat itu, merupakan penghasil pendapatan utama bagi perusahaan. Ia membawa perusahaan untuk memfokuskan pada usaha memproduksi barang-barang konsumen dari kertas (seperti Klenex, dan popok bayi), yang dianggap memiliki potensi besar untuk meraih sukses masa depan. Keputusannya yang dicela habis-habisan oleh banya pihak, ternyata terbukti merupakan keputusan yang benar. Saat ini, Kimberly and Clark berhasil mengungguli para pesaingnya di lebih dari 50% produk barang-barang konsumen dari kertas.

Menabur untuk masa depan. Sebuah perusahaan bisa saja menjadi perusahaan terkemuka di satu saat di bawah pimpinan seorang CEO tertentu. Tetapi setelah sang CEO tidak lagi berkarya di sana, maka jatuhlah perusahaan tersebut. Pemimpin tingkat lima, tidak memikirkan keberhasilan sesaat, tetapi keberhasilan yang berkesinambungan. Semua keputusan yang diambil, selalu berorientasi pada keberhasilan yang berkesinambungan, sampai ke masa depan. Untuk itu, mereka tidak egois untuk menyimpan sendiri seluruh kepandaian, pengalaman dan keterampilan yang mereka miliki. Sejak mereka masih menjabat sebagai pemimpin, mereka telah menyiapkan calon-calon pemimpin masa depan, sebagai generasi penerusnya. David Maxwell, CEO dari Fannie Mae, sejak ia masih menjabat, telah mempersiapkan calon pemimpin berikutnya untuk mempertahankan keberhasilan yang telah diraih perusahaan di bawah pimpinannya. Tidak heran jika perusahaan ini merupakan perusahaan yang senantiasa membukukan sukses, walaupun pemimpin sudah berganti. Demikian pula dengan Mahatir Muhammad, mantan Perdana Menteri negara tetangga kita, Malaysia, yang telah menyiapkan dan membimbing calon pemimpin baru sebelum ia turun dari jabatannya.

APA YANG MEREKA LAKUKAN?

Setelah kita mengenal karakteristik dari pemimpin tingkat lima, selanjutnya kita tentu ingin tahu apa yang mereka lakukan untuk meraih keberhasilan.

Pilih orang dulu baru tentukan tujuan. Jika pemimpin biasa menentukan tujuan terlebih dahulu baru mengumpulkan orang, pemimpin tingkat lima melakukan yang sebaliknya. Mereka memilih dan mengumpulkan orang-orang yang tepat terlebih dahulu, sebelum akhirnya bersama-sama menentukan keberhasilan yang akan diraih. Orang-orang yang terbaik pada posisi yang tepat akan merupakan tim yang hebat untuk meraih sukses. Mereka tidak perlu lagi dimotivasi, karena mereka telah memiliki motivasi diri. Mereka tidak perlu terlalu diawasi, karena mereka telah memiliki sikap positif dan keterampilan tinggi, sehingga sang pemimpin bisa berkonsentrasi untuk mengatur kendali, dan memastikan bahwa arah pergerakan perusahaan yang dipimpin sudah benar. Jika, ternyata arah perlu diubah, para orang-orang pilihan tidak akan sulit menyesuaikan diri, karena mereka bersama-sama terlibat untuk meraih sukses. Hal ini juga diterapkan di perusahaan yang dipimpin oleh Ogilvy, si Raja Iklan. Ogilvy memilih orang-orang yang akan bekerja di perusahaannya dengan hati-hati. Dalam memilih, Ogilvy lebih memusatkan perhatian pada ”sikap” bukannya pendidikan, keterampilan, ataupun pengalaman. Dan ketika orang-orang terbaik dengan sikap yang positif sudah berhasil didapatkan, ia tidak segan-segan mengapresiasi mereka jauh lebih besar dari yang ditawarkan perusahaan lain.

Mengenali realitas tanpa kehilangan keyakinan untuk sukses. Pemimpin tingkat tinggi, senantiasa melihat pada realitas. Mereka juga tidak malu-malu mengakui kelemahan yang mereka miliki, kesulitan yang dihadapi, dan krisis yang harus ditanggulangi. Jika memang, mereka tidak mampu berprestasi (mempersembahkan yang terbaik) di satu bidang, maka mereka akan mengalihkan perhatian kepada bidang lain yang mereka yakini bisa unggul dibandingkan yang lain. Dari sekian banyak peluang yang kita temui, kita perlu memilih peluang yang paling tepat untuk mewujudkan impian kita. Ibu Teresa dari Kalkuta sadar bahwa ia tidak bisa sendirian membantu para fakir miskin di dunia, terutama di India, untuk itu, ia bersama-sama pendukungnya, banyak menggalang bantuan dari berbagai pihak untuk bersama-sama membantu mengatasi kemiskinan di berbagai negara. Kesulitan juga disadari oleh Ibu Kartini ketika beliau melihat perlakuan yang tidak adil terhadap para wanita di zamannya, yang tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan lanjut, bahkan untuk sebagian besar wanita, tidak sempat mengenyam pendidikan sama sekali. Wanita dianggap sebagai pelengkap saja yang tidak perlu berkembang lebih jauh. Kesadaran akan realitas ini (penolakan masyarakat akan ide Kartini untuk membantu memberi pendidikan bagi wanita), tidak menyurutkan keyakinannya untuk mewujudkan impiannya untuk memberikan kesempatan berkembang bagi wanita. Melalui surat dan pertemuan-pertemuan dengan beberapa tokoh (baik pribumi maupun tokoh asing), Kartini berhasil menggalang dukungan untuk mendirikan sekolah puteri pertama di Indonesia.

Berjuang untuk menjadi yang terbaik. Jika kita tidak bisa menjadi yang terbaik di satu bidang, tinggalkan bidang tersebut, dan carilah bidang lain yang bisa kita jadikan pijakan untuk menghasilkan yang terbaik. Inilah sikap yang ditunjukkan oleh pemimpin tingkat lima. Mereka akan memilih bidang di mana mereka bisa mempersembahkan karya terbaik. Jika bidang pilihan sudah ditentukan, maka mereka akan berjuang gigih untuk tampil terbaik (untuk orang banyak, dengan dampak yang menjangkau waktu yang panjang, sampai ke masa depan) dalam semua tindakan, keputusan yang mereka ambil. David E. Smith sadar bahwa bisnis inti yang ditekuni oleh Kimberly and Clarks pada saat ia diserahkan tugas sebagai CEO, tidak memungkinkan perusahaan tersebut untuk berprestasi secara unggul dibandingkan para pesaing di industri yang lama. Dari kesadaran akan realitas ini, Smith tidak ragu-ragu untuk mengubah bisnis inti dari produsen kertas berlapis, menjadi produsen barang-barang konsumen yang terbuat dari kertas. Hasilnya? Luar biasa, sedikit demi sedikit, Kimberly and Clarks berhasil menundukkan lawan-lawannya di beberapa kategori produk.

Disiplin. Para pemimpin tingkat lima senantiasa menunjukkan kedisiplinan diri yang tinggi hampir di semua bidang. Mereka disiplin dalam waktu: dalam memenui target, deadline, maupun dalam mengatur keseimbangan kegiatan mereka di kantor, keluarga, dan masyarakat. Mereka juga disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip sukses yang mereka yakini (misalnya: prinsip untuk senantiasa melakukan yang terbaik). Romo Mangun, pejuang kaum papa, memiliki disiplin tinggi terhadap perjuangannya untuk menciptakan kesejahteraan bagi kaum yang kurang beruntung. Dalam menegakkan disiplinnya tersebut, ia tidak takut terhadap pihak mana pun, walaupun harus berseberangan pendapat dengan pihak-pihak tertentu. Demikian pula dengan pemimpin besar India, Mahatma Gandhi, yang tidak takut untuk berseberangan pendapat dalam menegakkan disiplinnya untuk berjuang bagi kepentingan rakyat, tanpa disertai dengan kekerasan fisik. Semua tantangan dihadapinya dengan berani dalam menegakkan disiplinnya memegang prinsip tanpa kekerasan tersebut.

Memanfaatkan Teknologi. Banyak pemimpin yang memanfaatkan teknologi untuk menciptakan perubahan. Mereka seringkali berakhir dengan ”dimanfaatkan” oleh teknolgi yang perkembangannya di luar kendali, seperti yang terlihat pada era booming-nya perusahaan-perusahaan dotcom. Ketika angin ”surga” di industri dotcom berhenti bertiup, maka yang tersisa adalah perusahaan-perusahaan yang dipimpin oleh pemimpin tingkat lima yang tidak sekedar ”ikut-ikutan” menggunakan teknologi baru. Para pemimpin ini memanfaatkan teknologi untuk mendukung kegiatan perusahaan untuk menjadi yang terbaik. Jika teknologi baru dirasa tidak menambah nilai secara signifikan bagi keberhasilan bisnis inti perusahaan, maka mereka tidak akan ”ikut-ikutan” mengadopsi teknologi baru. Mereka akan menciptakan teknologi sebagai fasilitas yang memperlancar usaha. Hal ini diterapkan oleh Michael Dell dari Dell computers (perusahaan yang memberi kesempatan bagi pelanggan untuk menentukan sendiri spesifikasi komputer yang akan dibeli, melalui internet), yang berhasil ”memanfaatkan” teknologi dengan cermat untuk mendorong pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan.

Berkembang dengan Roda Perubahan. Perubahan, walaupun merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah pertumbuhan, selalu akan diawali dengan ketidaknyamanan. Para pemimpin tingkat lima sadar akan hal ini, sehingga mereka tidak menciptakan perubahan mendadak yang sangat menyakitkan dan yang kemungkinan besar akan berujung pada kegagalan (karena banyaknya kendala, dan penolakan dari banyak pihak). Sebaliknya, perubahan dijadikan sebagai sesuatu yang senantiasa ada (bagian dari budaya perusahaan). Perubahan dirancang dan diterapkan secara bertahap dengan tujuan untuk mencapai keberhasilan yang berkesinambungan. Andy Groove dari Intel sadar akan kekuatan dahsyat perubahan. Untuk itu, ia menyusun strategi bersama timnya untuk mengendalikan perubahan (bukannya dikendalikan oleh perubahan) dengan senantiasa memberikan kesempatan bagi karyawan untuk mempersembahkan inovasi baru, yang menjadi generasi baru produk-produk data elektronik yang dihasilkannya. Dengan strategi berkembang dengan mengendalikan roda perubahan ini, Groove bersama Intel berhasil mengungguli para pesaing, dan mencapai sukses yang berkesinambungan.

Jika semua orang di Indonesia memiliki kualitas pemimpin tingkat lima, maka dapat dipastikan, kita akan dengan cepat meraih keberhasilan yang berkesinambungan, dan menciptakan negara dengan rakyat yang hidup saling mendukung (bukan saling curiga ataupun memusuhi satu dengan yang lain), dan dalam suasana damai dan sejahtera (tidak bermusuhan, tidak saling menjegal dan tidak saling membunuh, seperti yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia akhir-akhir ini). Apakah di Indonesia ada pemimpin tingkat lima? Jika ada, di manakah para pemimpin tingkat lima bersembunyi? Di mana ada keberhasilan berkesinambungan, dan tidak tampak satu orang yang menonjolkan diri sebagai ”pahlawan” maka di situlah ada pemimpin tingkat lima (demikian petunjuk Jim Collins untuk mengidentifikasi pemimpin tingkat lima). Sudahkah Anda lihat sekeliling Anda? Jika Anda menemukannya, bergurulah kepada mereka. Jika belum, ciptakan dan tanamkan kualitas kepemimpinan tingkat lima pada diri Anda sendiri. Bukan tidak mungkin, Andalah yang merupakan pemimpin tingkat lima tersebut.