Laman

Jumat, 28 Desember 2007

MENYONGSONG TAHUN 2008 DENGAN BERBEKAL GOOD GOVERNANCE

MENYONGSONG TAHUN 2008 DENGAN BERBEKAL GOOD GOVERNANCE
Mas Achmad Daniri
Ketua Komite Nasional Kebijakan Governance
www.governance- indonesia. com

Tahun 2007 hanya tinggal menghitung hari, dan siap atau tidak tahun 2008 sudah berada di ujung mata. Untuk sebagian orang, pergantian tahun merupakan saat yang dinanti-nanti, dan dirayakan dengan penuh suka cita. Sebagian lagi masih diliputi tanda tanya bagaimana kondisi negara ini dan juga pengaruhnya pada bisnis mereka, atau ekonomi Indonesia secara umum.

Tentu mau tidak mau kita harus siap menyongsong dan menjalani tahun 2008, namun ada baiknya kita belajar dari apa yang terjadi selama 365 hari kemarin, supaya kita bisa lebih bersiap diri dalam menghadapi segala tantangan dan meraih kesempatan. Maka, sebelum mengintip seperti apa perkiraan situasi bisnis di tahun 2008, mari kita sejenak melihat apa saja yang sudah terjadi dengan Indonesia di tahun 2007.

Kita semua tahu bahwa untuk dapat menciptakan situasi usaha dan pasar yang efisien serta transparan, perlu didukung dengan penerapan Good Corporate Governance yang konsisten, serta membutuhkan keterlibatan dan dukungan penuh dari para pelaku usaha, Negara dan juga masyarakat. Jadi kunci dari kondisi usaha yang baik adalah kalau semua pihak yang terkait menerapkan Good Governance. Kenapa begitu? Karena hanya dengan penerapan Good Governance yang konsisten, maka Negara dan perangkatnya bisa menciptakan peraturan perundangan yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, serta melaksanakan peraturan perundangan tersebut dan menegakkan hukum secara konsisten; pelaku usaha menerapkan Good Corporate Governance dengan dilandasi etika bisnis yang baik; serta masyarakat bisa menunjukkan kepeduliannya dan kontrol sosial secara obyektif dan bertanggung jawab terhadap aktivitas bisnis dan juga pemerintahan.

Maka, coba kita lihat bagaimana penerapan Good Governance di Indonesia selama setahun terakhir. Awal tahun ini, Komite Nasional Kebijakan Governance telah menyempurnakan Pedoman Umum Good Corporate Governance dan merintis pembuatan Pedoman Good Public Governance (Combined Code) yang pertama di Indonesia, dan mungkin bahkan di dunia. Ini merupakan sebuah terobosan dan bukti kepedulian terhadap penciptaan kondisi usaha yang lebih baik dan menjanjikan di Indonesia, jika diterapkan dengan konsisten.

Pemerintah melalui perangkatnya juga terlihat melakukan banyak pembenahan untuk memperbaiki citra pemerintah dan keseriusannya dalam meningkatkan praktik good public governance di Indonesia. Walaupun masih banyak pekerjaan rumah, terlihat bahwa melalui pemberdayaan Badan Pemeriksa Keuangan, Komisi Pemberantasan Korupsi, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kejaksaan Agung, dan juga Kepolisian; telah cukup banyak temuan dan kasus-kasus yang diangkat ke permukaan dan diterapkan enforcement atas para pelanggar tersebut. Ini merupakan bukti adanya akuntabilitas Pemerintah dalam melakukan pengelolaan negara dengan baik, serta keterbukaan kepada Publik terhadap kasus-kasus yang ada. Tentunya juga sebagai bentuk consistent law enforcement, kondisi ini juga memberikan pelajaran bagi para penyelenggara negara dan pihak lain yang ikut serta dalam melakukan praktik kolusi, korupsi dan nepotisme. Juga memberikan efek jera bagi yang lainnya untuk tidak melakukan hal serupa, karena ternyata akan ada ganjaran yang diberikan yang disebabkan tindakan merugikan rakyat. Selain itu, juga kita lihat adanya pembersihan yang dilakukan di berbagai departemen, sudah bukan rahasia lagi bahwa pimpinan departemen berusaha untuk mencari orang-orang bersih yang ditempatkan sebagai jajarannya, dan merotasi serta memutasi mereka yang selama ini terkenal tidak clean. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, memang apa yang dilakukan di Indonesia masih jauh dari sempurna, dan masih banyak mereka yang melakukan penyimpangan, tapi setidaknya, masih ada orang-orang yang memiliki integritas untuk melaksanakan amanah rakyat dalam mengelola negara ini.

Masyarakat juga semakin kritis. Kalau dulu lebih banyak yang bungkam, kini kita lihat bahwa rakyat sudah semakin sadar akan apa yang terjadi di negara ini. Kritisi mengenai pemerintah, pola penyelenggaraan yang terkadang memang belum pas di hati rakyat, serta kritisi yang ditujukan kepada para pelaku usaha yang jelas-jelas melanggar praktik governance yang baik, berbisnis tidak etis dan melupakan kewajiban-kewajiban nya pada negara serta pada rakyat sekitarnya.

Secara riil, melihat data investasi yang masuk ke Indonesia selama tahun 2007 ini, ada perkembangan yang cukup luar biasa dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yaitu terjadi peningkatan 100% pada realisasi PMA, dengan nilai realisasi investasi yang sudah menembus 9
juta dolar US. Melihat kondisi diatas, tentunya kita berpikir bahwa negara telah berusaha untuk mereformasi diri secara positif, apalagi dimana-mana kita dengar bahwa para penyelenggara negara kita berjanji untuk bekerja dengan bersih, bertanggung jawab semata-mata untuk kepentingan rakyat. Di lain pihak, para pelaku usaha juga berlomba-lomba untuk menunjukkan kepada publik, dan investor khususnya bahwa pengelolaan perusahaan dilandaskan pada prinsip-prinsip GCG. Tapi kenapa, penilaian dari lembaga-lembaga internasional, sepertinya tidak ada perubahan yang signifikan didalam menerapkan Good Governance secara konsisten, yang tentu saja berdampak pada kondisi usaha yang sehat di Indonesia. Apakah praktik yang baik ini baru sebatas pembicaraan manis saja? Atau dengan kata lain, perilaku yang ada belum menjadi bagian hidup para insan, khususnya penyelenggara negara dan pelaku usaha, di Indonesia.

Sebuah survey yang dilakukan oleh World Bank di tahun 2007 menunjukkan ada perbaikan dalam situasi bisnis di Indonesia, misalnya pada pembentukan usaha baru, disebutkan bahwa Indonesia telah menunjukkan adanya reformasi positif, dengan percepatan pemberian persetujuan pemberian lisensi usaha dari Departemen Kehakiman, dan juga simplifikasi persyaratan usaha. Selain itu, kini Indonesia juga telah melakukan pencatatan semua kreditur dalam "credit registries", dan memperbesar pagu kredit hampir 5 kali lipat, ini tentunya akan memudahkan para entrepreneur untuk menambah modal usahanya tapi juga menjaga terhadap risiko pemberian kredit bermasalah. Dan juga ada perbaikan dalam peng-eksekusi- an kontrak di Indonesia. Walaupun demikian, dalam urutan peringkat kita malah menurun, dari total 175 negara, kita ada pada posisi 135, turun 4 peringkat dibanding tahun lalu. Dari sini bisa disimpulkan bahwa penerapan governance yang baik di Indonesia sudah ada kemajuan, namun negara-negara lain nampaknya berlari lebih cepat dibandingkan Indonesia, karena mereka yakin dengan upaya demikian, mereka unggul dalam menarik investasi.

Seperti sudah disebutkan sebelumnya bahwa kunci pertumbuhan usaha yang berkelanjutan adalah penerapan Good Corporate Governance, sekarang marilah kita lihat juga survey yang dilakukan oleh ACGA (Asian Corporate Governance Association) tentang praktik corporate governance di Asia, termasuk di Indonesia. Dalam survey tersebut, disebutkan bahwa penerapan indikator-indikator Good Corporate Governance di Indonesia ternyata semuanya berada dibawah rata-rata. Indikator ini meliputi prinsip dan praktik governance yang baik, penegakkan peraturan, kondisi politik dan hukum, prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta kultur.

Dalam laporan itu disebutkan ada beberapa hal yang baik di Indonesia. Pertama, walaupun kondisi pelaporan keuangan di Indonesia masih belum memadai, tetapi ternyata kualitas pelaporan keuangan kuartalan cukup bagus. Selain itu, ternyata Indonesia juga memiliki kerangka hukum yang paling strict dalam memberikan perlindungan untuk pemegang saham
minoritas, khususnya dalam pelaksanaan pre-emptive rights (hak memesan efek terlebih dahulu). Dan ketiga, gerakan anti-korupsi yang dilakukan Pemerintah, kini telah menunjukkan hasil yang cukup positif. Ditambah lagi, penyempurnaan Pedoman Umum Good Corporate Governance, dan Pedoman GCG Sektor Perbankan yang dilakukan di Indonesia. Namun, lagi menurut laporan tersebut, memang belum banyak yang percaya bahwa Pemerintah cukup serius mendorong penerapannya.

Lebih lanjut, walaupun sudah ada program anti-korupsi, nampaknya saat ini Pemerintah masih menghadapi problem kredibilitas. Kekecewaan akan kredibilitas Pemerintah ini terdengar sekali gaungnya di pasar, dan terefleksikan dari kualitas pelaporan keuangan yang masih rendah, tingkat pengungkapan yang rendah mengenai kejadian-kejadian penting yang dapat mempegaruhi kondisi usaha serta kepemilikan saham Direksi dan Komisaris, masih terbukanya peluang melakukan insider trading, rendahnya keterlibatan investor, sikap antipati dan juga sikap skeptis yang ditunjukkan oleh sebagian perusahaan terhadap penerapan Good Governance. Semua ini sangat tidak membantu perbaikan usaha, apalagi tingkat penegakkan hukum yang masih dirasakan lemah, serta masih adanya regulator yang tidak independen dalam melaksanakan perannya.

Jadi bagaimana kira-kira situasi dan kondisi di tahun 2008? Tentu tidak akan ada perubahan atau bahkan memburuk, jika kita sudah merasa puas dengan apa yang kita capai sekarang, dan hanya duduk berpangku tangan, karena merasa semua pihak telah cukup melakukan perbaikan yang diperlukan.

Perlu diingat bahwa Good Governance bukanlah euphoria sesaat. Tidak sekonyong-konyong, kita sering mendengar sepertinya semua pihak sepakat bahwa Good Governance itu penting dan berjanji untuk menerapkannya. Namun jika tidak ada tindak lanjutnya... .. berarti kita tidak peduli dengan apa yang akan kita alami.... mungkin the 2nd crisis? Kalau ingin ada perbaikan dalam kondisi bisnis dan kondisi negeri ini secara umum, kita semua harus terus berperan dalam memperbaiki perilaku kita dalam berusaha dan dalam mengelola negara ini. Karena perubahan menjadi sesuatu yang lebih baik tidak terjadi dalam semalam. Harus ada usaha, komitmen dan kesungguhan yang terus-menerus dilakukan secara berkelanjutan. Tentu memerlukan juga perubahan sudut pandang dari diri kita masing-masing mengenai apa yang dimaksud bekerja dengan integritas.

Mengapa Good Governance menjadi begitu penting untuk bisa memperbaiki kondisi Indonesia? Ada beberapa alasan. Belajar dari krisis ekonomi, bad Governance menyebabkan beban bagi APBN, baik dari sisi penerimaan maupun pengeluaran, tidak cukup mampu untuk menggerakkan roda perekonomian. Daya saing kita juga menjadi sangat lemah, dan tidak cukup mampu untuk menarik investasi. Suburnya KKN juga menghambat pemerataan kesempatan berusaha. Oleh karena itu, kedepan, kita tidak punya pilihan selain berbisnis dan bekerja dengan mewujudkan lingkungan usaha yang sehat, tanpa korupsi dan tanpa suap. Karena lingkungan usaha yang sehat dan tingkat aktivitas negara dalam memerangi korupsi masuk dalam 10 indikator utama yang dijadikan pertimbangan bagi investor untuk berinvestasi. Maka, perlu ada consistent law enforcement dan implementasi Good Governance secara bersama-sama, baik di sektor korporasi maupun di sektor publik.

Sesungguhnya inti dari persoalan-persoalan bangsa yang tak kunjung tuntas adalah masalah governance, jika kita tidak mengobati akar persoalannya jangan harap kita dapat mengatasinya secara tuntas.

Bagaimana kita bisa memperbaiki kondisi kita di 2008? Ada beberapa faktor yang bisa menjadi pemicu untuk perbaikan ekonomi. Pertama, Hukum – dengan adanya kerangka hukum yang baik dan memadai untuk menciptakan iklim usaha yang sehat, serta didukung dengan penerapannya secara konsisten, termasuk pemberian sangsi bagi mereka yang melanggar, maka akan ada dorongan regulasi (regulatory driven) yang memaksa semua pihak untuk patuh (comply). Kedua, Ekonomi – disini lebih menekankan pada kinerja pasar, dimana masyarakat dan investor menilai sebuah perusahaan dari kinerja (performance) , jika ada dorongan pasar (market driven) maka akan terbentuk sebuah sistem di pasar yang secara otomatis akan memberikan penghargaan dan penilaian yang lebih tinggi pada perusahaan yang terbukti menerapkan GCG dan memiliki kinerja baik, juga menghukum mereka yang tidak, dengan terefleksikan pada penurunan harga saham perusahaan, atau penurunan kepercayaan investor dan masyarakat internasional kepada suatu negara. Dan, ketiga adalah Etika – dimana untuk ada dorongan etika (ethics driven) dibutuhkan adanya kesadaran dari semua pihak untuk berperilaku, berusaha, serta bekerja dengan etika (conformance) . Ethics driven dapat diumpamakan sebagai kasta tertinggi, karena penerapan Good Governance bukan lagi karena ada peraturan yang mengharuskan, atau karena jika tidak dilakukan, maka kita tidak dianggap sebagai perusahaan atau tempat berusaha yang menarik lagi – namun, penerapan Good Governance jika didorong oleh ethics driven, merupakan sesuatu yang diterapkan karena pihak-pihak yang terkait sadar bahwa hal itu memang diperlukan sebagai perwujudan pertanggung jawaban dan amanah yang diberikan, serta hanya dengan penerapan Good Governance yang berkelanjutan, maka kita dapat berkembang dengan sehat.

Idealnya, penerapan Good Governance perlu ketiga dorongan tersebut secara bersama-sama. Dalam masyarakat yang maju, dorongan regulasi hanya dibutuhkan untuk mengatur aspek transparansi dan fairness guna mewujudkan iklim bisnis yang sehat, selebihnya diserahkan pada dorongan pasar dan dorongan etika. Namun, untuk situasi di Indonesia saat ini masih belum optimal untuk memungkinkan kondisi tersebut terjadi. Saat ini sepertinya kita harus sadar diri, bahwa kita masih perlu memfokuskan pada compliance, sehingga dorongan regulasi
termasuk penegakkannya masih menjadi faktor utama keberhasilan penerapan governance yang baik di Indonesia.

Di Indonesia, kita memiliki banyak sekali Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang cukup memiliki dampak terhadap kondisi ekonomi, dan Pemerintah sangat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap cara perusahaan tersebut dijalankan. Selain itu, terdapat korelasi antara mereka yang memiliki kekuatan politis dan duduk dalam Pemerintahan serta Birokrasi, dengan mereka yang memiliki kekuatan ekonomis. Umumnya kedua pihak tersebut cenderung untuk mendukung dan membela satu sama lain, khususnya jika ada ancaman terhadap posisi mereka. Pada situasi seperti ini, banyak yang lupa bahwa mereka berada disana untuk memastikan adanya sistem yang baik yang bertujuan untuk membela kepentingan publik dan mensejahterakan rakyat. Dengan kondisi seperti ini, sepertinya masih sulit untuk bisa menciptakan market driven dan ethics driven yang cukup kuat.

Kalau kita perhatikan, secara umum, sektor usaha di Indonesia yang paling concern dalam menerapkan Good Corporate Governance adalah perbankan. Kenapa begitu? Karena BI punya aturan khusus yang mengatur GCG perbankan, dan ada program monitoringnya setiap tahun, serta memberikan sangsi jika ada bank yang tidak mematuhinya. Hasilnya, penerapan governance yang baik di perbankan jauh lebih merata dibandingkan sektor lain. Di sektor lain ada yang memperoleh peringkat cukup tinggi sesuai standar internasional, namun gapnya masih sangat lebar dibanding sesama perusahaan di dalam sektornya masing-masing.

Di beberapa negara lain yang sudah lebih maju dalam reformasi praktik governance yang baik, kita lihat juga bahwa banyak peranan SRO (misal: Bursa Efek), yang mengatur para perusahaan publik untuk menjalankan bisnisnya dengan etika melalui penerapan GCG. Peraturan yang mereka terbitkan antara lain mewajibkan emiten untuk menerapkan GCG sesuai pedoman standar nasionalnya, dan mempublikasikan perkembangan penerapannya di laporan tahunan, agar publik bisa melakukan penilaian, dan juga ada sangsi bagi emiten yang tidak mematuhi kewajiban tersebut.

Ini sebenarnya bisa jadi contoh untuk Indonesia, kita mulai dari dorongan regulator, sambil terus mengedukasi pebisnis dan masyarakat, secara bertahap bisa tercipta keseimbangan antara dorongan regulasi, dorongan pasar, dan dorongan etika. Sehingga, terdapat kesadaran bahwa setiap pihak punya tanggung jawab untuk bisa mewujudkan kondisi ekonomi yang lebih baik di negara ini. Jadi, jika kita mendambakan iklim bisnis yang kondusif melalui penerapan governance yang baik di tahun 2008 ini? Mudah-mudahan kita semua sadar bahwa kondisi yang baik ini harus diusahakan secara serius, dan tidak akan ada perubahan yang positif jika semua pihak melakukannya dengan setengah hati.

Secara makro ada beberapa reformasi yang juga harus kita lakukan, namun yang utama adalah melakukan perbaikan pada sektor pelayanan publik dan investasi melalui penerapan Good Governance. Pelayanan publik dan investasi saat ini menjadi ranah dimana penyelenggara Negara berinteraksi dengan dunia usaha dan masyarakat. Ini berarti, jika terjadi perubahan yang signifikan pada pelayanan publik, maka dengan sendirinya masyarakat luas dapat langsung merasakan manfaatnya. Pelayanan publik dan investasi juga merupakan ranah dimana berbagai aspek Good Governance dapat diartikulasikan secara lebih mudah. Nilai-nilai yang selama ini mencirikan praktik Good Governance seperti efisien, non-diskriminatif, dan berkeadilan, berdaya tanggap, dan memiliki akuntabilitas tinggi, dapat dengan mudah dikembangkan parameternya – serta membuat Penyelenggara Negara maupun swasta bekerja lebih efektif dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Penyelenggara Negara, termasuk lembaga legislatif, eksekutif, yudikatif, dalam menerapkan Good Governance juga harus bersih dan bebas dari korupsi serta berorientasi pada kepentingan publik. Dengan memulai perubahan pada bidang yang secara langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan para pelaku pasar, upaya menerapkan Good Governance akan memperoleh dukungan dari semua pemangku kepentingan. Citra masyarakat mengenai kredibilitas Pemerintah juga dapat membaik. Dukungan ini sangat penting dalam menentukan keberhasilan, karena upaya menerapkan Good Governance membutuhkan stamina dan daya tahan yang kuat.

Bagaimana kita melakukan perbaikan tersebut? Pertama harus disusun roadmap permasalahan governance dan rekomendasi strategis untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kedua, perlu disepakati dan dimasyarakatkan pedoman pelaksanaan Good Governance yang berlaku secara nasional dan pendekatannya, yang kemudian perlu ditindaklanjuti dengan pedoman sektoral, seperti sektor pelayanan publik dan investasi. Ketiga, perlu dilakukan penyuluhan konsultansi dan pendampingan bagi perusahaan-perusaha an, maupun kantor-kantor Pemerintah yang bermaksud mengimplementasikan Good Governance, dengan melakukan kegiatan assessment, kemudian membangun rambu-rambu pada masing-masing perusahaan atau instansi Pemerintah. Dan kemudian, memperbanyak agen-agen perubah (agent of change) dengan mengembangkan semacam charter member kelompok Direktur dan Komisaris perusahaan, serta charter member bagi kelompok para pejabat publik.

Oleh karena itu, mari kita bangun Indonesia menjadi negara yang lebih baik, dimana kejayaan bukan hanya kebanggaan masa lalu. Selamat menyongsong tahun baru 2008!