Keikutsertaanku dalam kegiatan tarbiyah dalam sebuah halaqoh yaitu semacam kelompok kecil pengajian, diawali saat aku masuk pertama kali kuliah pada pertengahan tahun 1990 di kampus STAN (Sekolah Tinggi Akuntansi Negara) di Jurangmangu-Pondok Aren-Tangerang. Mas Mufid yang sekarang dinas di Bea Cukai, beliau sebagai Pembina pertamaku yang dalam komunitas Tarbiyah sering disebut sebagai murobbi, memberikan satu contoh keteladanan yang luar biasa. Datang ke tempat kostku di gang Sarmili sepekan sekali (gang yang berlumpur kalau turun hujan), selalu menyapa dengan senyum, tidak pernah marah, penuh semangat, tekun dalam membina kami semua. Dan satu hal yang tersimpan dalam hatiku, semua itu beliau lakukan bukan karena uang, tapi semua karena cinta kasihnya sebagai sesama muslim yang dipersaudarakan pada jalan Allah. Karakter beliau, sungguh menjadikan kami semua dalam satu kelompok menjadi kelompok yang sangat kompak, dinamis, dan mewarnai kehidupan kampus STAN.
Pergantian dari murobbi satu ke murobbi yang lainnya, menjadi satu dinamika yang mengajari aku, bahwa kepemimpinan yang baik adalah kepemimpinan yang bisa melahirkan pemimpin-pemimpin baru. Dari sinilah aku mengenal apa yang disebut sebagai pewarisan nilai-nilai. Sehingga dalam benakku tersimpan kuat satu keyakinan bahwa kesuksesan tidak hanya diukur oleh kesuksesan finansial belaka, tapi lebih dari itu. Kesukesan sejati adalah manakala kita bisa mengembangkan nilai-nilai yang bermanfaat untuk kehidupan sosial kemasyarakatan dan mewariskannya pada generasi berikutnya.
Untuk apa kita hidup dengan kesuksesan finansial kalau justru itu disisi lain atau di masyarakat dimana kesuksesan itu didapat timbul kerusakan lingkungan dan kecemburuan sosial. Aku bisa melihat dan semua orang bisa melihat bahkan merasakan, saat bencana besar banjir bandang akibat rakusnya pelaku bisnis dalam menghancurkan hutan.
Orang kebanyakan mungkin selalu berpikir bahwa dalam bisnis hanya ada satu cara pengukuran kesuksesan, yaitu pengukuran finansial. Bagaimana jika kita mengukur sukses dengan perasaan senang di tempat kerja? Atau dengan mencapai standar lingkungan atau standar sosial yang lebih baik yang dirasakan oleh kebanyakan manusia? Cara-cara pengukuran ini ada diluar perusahan yaitu disana, di tengah masyarakat yang mengawasi gerak-gerik dan perilaku bisnis kita. Masih teringat saat murobbiku menyampaikan bahwa kebahagiaan itu letaknya dihati ini, kekayaan hakiki ada didalam hati ini, dan inilah inti sebuah kesuksesan . Untuk apa kaya harta tapi mati hati. Lebih baik kaya harta dan kaya hati, bisa menolong siapa yang papa dengan ketulusan dihati.
Mungkin, sudut pandang yang aku miliki karena dalam komunitas tarbiyah aku diberi amanah untuk memegang sebuah yayasan sosial pendidikan. Dalam yayasan, aku dituntut kerja tanpa pamrih, semua demi sebuah keyakinan atas sebuah nilai yang selama ini dibangun dalam komunitas tarbiyah. Jelas lebih sulit memimpin sebuah lembaga sosial dibanding dengan lembaga profit, karena seorang pemimpin di lembaga sosial dituntut untuk selalu memberikan motivasi kepada semua pengurus dan siapa saja yang terlibat didalamnya agar mau dengan sukarela bekerja tanpa imbalan materi. Maka, kesuksesan kerja di lembaga sosial bisa diukur dengan keberhasilannya dalam menanamkan nilai-nilai dan memberikan rasa bahagia bagi semua pengurus dalam mengelola lembaga sosial.
Dari sinilah, aku sekarang mensinergikan semua yang aku lakukan dalam kegiatan sosial dengan langkah-langkah bisnis yang aku kembangkan. Boleh jadi, anak-anak yang dididik dalam lembaga sosial pendidikan yang aku dirikan bersama pengurus lainnya, suatu saat akan meneruskan bisnis yang aku rintis sekarang ini dengan cara yang lebih baik lagi. Dan aku, dengan penuh keyakinan akan mengalokasikan sebagian keuntungan bisnis ini dalam kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakat dan pendidikan yang telah aku dirikan dan telah menjadi jiwa yang bersemayam dalam diriku. Aku yakin, kegiatan sosial tidak akan menghancurkan bisnisku, justru sebaliknya. Ingat kedermawanan akan bisa mencegah banyak keburukan, dan akan mendatangkan banyak kebaikan.
Perjalanan tarbiyah yang panjang dan sistematis, telah mengajariku bahwa edukasi adalah satu keniscayaan yang harus ada dalam sebuah lembaga apapun juga. Sehingga, semua lini akan mengalami peningkatan kualitas terus menerus dalam sebuah proses the continuous improvement proces atau dikenal dengan istilah ihsan dalam komunitas tarbiyah. Boleh jadi yang tadinya ia adalah seorang yang biasa-biasa saja, tapi dengan system pelatihan yang terstruktur dan terarah ia bisa menjadi sosok yang luar biasa.
Aku dulu hanyalah seorang yang biasa-biasa saja. Yang tidak berani bicara didepan orang banyak. Dan aku merasa hanya sebagai orang yang terpinggirkan, pendiam dan pemalu. Tapi berkat tarbiyah (pendidikan) yang berkesinambungan, yang menyeluruh, penuh kesabaran, sekarang aku menjadi seorang pemimpin dibanyak lembaga yang aku dirikan.
Maka, bisnis yang aku dirikan jelas didalamnya akan sarat dengan proses pendidikan dan pelatihan, agar semua orang yang terlibat didalamnya bisa terus berkembang seiring dengan perkembangan perusahaan. Pegawai adalah aset perusahaan yang paling mahal, maka memberikan kesejahteraan yang lebih tinggi dari yang diharapkan oleh pegawai adalah menjadi satu impianku saat membangun sebuah bisnis. Kesejahteraan tidak harus dalam bentuk uang, boleh jadi rasa aman dan menyenangkan dilingkungan perusahaan, pendidikan dan pelatihan serta penghargaan dalam bentuk sikap yang kita tunjukkan adalah bagian dari sebuah kesejahteraan.
Aku ingin membangun bisnis yang punya ”Komitmen Sosial”, karena dari sinilah banyak orang yang bisa mendapatkan manfaat dari aktifitas bisnisku. Hidup harus bisa memberikan kehidupan bagi sesama dan juga makhluk lainnya. Sehingga komitmen ini akan membentuk menjadi sebuah nilai yang nantinya menyebar melampaui diriku. Bahkan nantinya akan berkembang walau aku sudah berbaring dialam kubur.
Jelas akhir dari semua impianku ini adalah suatu saat nanti semua orang akan menyaksikan dan merasakan bahwa Islam memang benar-benar rahmat bagi semua yang ada di alam ini. Dan aku yakin sebuah peran besar telah menantiku untuk aku jalankan dengan penuh semangat, amanah, dan tanpa mengenal menyerah. Apa perannya? Dia-lah Allah yang telah menyiapkan semuanya, dan aku mengikut semua isyarat yang Allah berikan sebagai jawaban dari setiap doa yang aku lantunkan dipenghujung malam, dan mengikuti isyarat dari setiap kejadian yang Allah nampakkan dalam perjalan hidupku ini. Baik kejadian itu menyenangkan maupun tidak, karena bagai seorang yang beriman semua kejadian adalah baik. Maka, positif dalam Islam tidak hanya sebatas thinking, tapi lebih dari itu. Termasuk tercermin dalam sikap dan juga perbuatan sebagai respon dari setiap kejadian.
Kini bisnisku telah berkembang jauh dari apa yang pernah aku impikan.....Aku punya property, dan aku pun insya Allah akan membangun sebuah Pabrik yang cukup besar tahun depan dengan omset milyaran rupiah.... Semua ini adalah amanah dan anugerah yang tidak bisa dihitung yang patut disyukuri. Dan sebagai penutup, dengan ketulusan hati kuucapkan ”Terima kasih wahai para murobbi (pembina) yang kini bersatu dalam wadah Partai Keadilan Sejahtera, semoga Allah memberikan balasan yang terbaik...”.